Kumpulan Puisi Rhe

Cerita dari hati

Dalam Pelukan Kasih Februari 10, 2009

Filed under: Cerpen — rheifania @ 6:34 am

Hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah yang baru.Sekolah elit dimana yang belajar di sana adalah anak-anak orang kaya.Rasa minder itu terselubung di dalam hatiku.Karena aku yang hanya seorang anak yatim yang ditolong seorang pengusaha kaya yang tidak lain adalah orang tua angkat saudara kembarku.Namun aku yakin aku bisa berbaur dengan mereka dengan segala keterbatasanku.Apalagi Kak Bintang, saudara kembarku juga bersekolah di sana.Di sekolah itu tidak ada yang tau kalau Kak Bintang mempunyai saudara kembar.Terang saja mereka tidak tahu, karena walau kami kembar tidak ada kemiripan yang diantara kami. Aku perempuan, dan Kak Bintang laki-laki.Namun kami mempunyai satu benda yang kami berdua sama-sama memakainya, yaitu cincin.Menurut Ibu panti dimana dulu kami tinggal cincin itu sudah ada saat kami ditemukan dulu.

Kak Bintang mengenalkan aku kepada teman-temannya.Dia mengenalkan aku sebagai saudara kembarnya. Bahkan dia tidak malu mengakui kalau dia cuma anak angkat dari kedua orang tuanya kini.Walaupun dengan pengakuan itu kebanyakan dari teman-temannya menjauh darinya. Hanya beberapa orang saja yang mau berteman dengannya, itupun terdiri dari mereka yang tidak cukup kaya dan bersekolah dengan beasiswa.

“Bulan….emang bener kamu saudara kembar Bintang???” Tanya Santi sambil memperhatikan kami.

“Astaga….masa kalian nggak percaya sih…..Bulan ini saudara kembarku.Dulu dia tinggal di Panti, di Surabaya.Dulu aku juga tinggal di sana.Tapi aku di adopsi saat berumur 9tahun.Bukankah aku pernah cerita…” Kak Bintang mencoba menjelaskan kepada teman-temannya.

“Tapi dulu kamu nggak bilang kalau kamu punya saudara kembar….cantik pula….” Jawab Rama

“Sudahlah….nggak perlu diributkan, yang penting intinya kami saudara kembar.Dan aku senang berkumpul lagi dengan Kak Bintang, setelah 8tahun berpisah.Dulu Kak Bintang sangat mengingankan kasih sayang seorang Mama, makanya aku ditinggal sendiri di Panti.” semua tampak memandangku dengan pandangan haru.

“Wah…..jahat juga kamu Bintang…teganya kamu meninggalkan adik kembar kamu di panti sendirian….Kalau ga mau buat aku aja….” Kata Rama sambil tertawa cengengesan.

            Hari pertamaku ku di sekolah sungguh menyenangkan.Namun masih bingung harus tinggal dimana. Mengingat keluarga angkat Kak Bintang aku ragu, apakah mereka mau menerimaku.Karena seingatku Kak Bintang pernah bilang kalau keluarga dari papanya tidak setuju dengan pengangkatan Kak Bintang sebagai anak.Apalagi kalau aku ikut tinggal disana.Nyaliku kembali menciut saat menginjakkan kaki di rumah itu.

“Kak…..Bulan nggak mau ah tinggal di sini…..Bulan takut….” Pintaku pada Kak Bintang.Namun permintaanku hanya dijawab dengan gelengan kepala.

“Memang kamu mau tinggal di mana?nggak usah aneh-aneh deh….!!!” kata Kak Bintang.Tapi aku masih tetap terpaku di depan gerbang rumah itu.Entah kenapa kakiku terasa berat untuk melangkah.Sampai akhirnya Kak Bintang memaksaku untuk masuk.Aku tertegun saat masuk rumah itu.Megah…..sangat megah sekali.Belum pernah aku melihat rumah seperti ini.Tak lama setelah kak Bintang mengucapkan salam, seorang Ibu yang terlihat anggun keluar dan dibelakangnya terlihat nenek-nenek yang kelihatan banget tidak suka dengan kedatanganku.

“Selamat datang Bulan……Aduh maaf ya…kemarin Tante nggak bisa jemput kamu.Kemaren Tante sibuk nyiapin acara pengajian mengenang 7 hari kematian Om…..” kata Mama Kak Bintang.

“Nggak apa tante….Bulan juga ngerti kok.Bulan di jemput ke Jakarta aja Bulan udah seneng banget.Kemarin Bulan emang bingung makanya Bulan cari penginapan.Tapi untungnya Bulan menginap di rumah karyawan Tante.Darinya Bulan tahu keberadaan Kak Bintang, sampai akhirnya Bulan di sini…” jawabku.

Mama Kak Bintang tampak menganggukkan kepala, lalu mengenalkan aku dengan Oma Lusi.Tanganku gemetar saat berjabat tangan dengan Oma itu.Aku takut melihat sorot matanya.Memang di rumah itu baru saja berduka.Om Atmaja, papa angkat Kak bintang meninggal 7 hari yang lalu karena kecelakaan.Dan karena itulah aku dijemput kesini.Untuk menemani Tante Rahma dan Kak Bintang.

Tante Rahma memanggil pembantunya untuk mengantarku ke kamar.

“Ya sudah….non Bulan mandi aja dulu, lalu turun.Semua menunggu untuk makan siang” Aku hanya mengangguk lalu Bi Ratmi meninggalkan aku.Aku bergegas ke kamar mandi yang juga ada dalam satu kamar itu.Namun tiba-tiba Oma Lusi nyelonong masuk ke kamarku.Aku sangat kaget dan takut.Dengan wajah penuh kebencian beliau mengingatkan aku dengan posisiku di rumah ini.Dan setelah berceramah ini itu beliau memperingatkan aku agar tidak bicara kepada Kak Bintang ataupun Tante Rahma.Selesai mandi, aku segera ke meja makan, di sana sudah ada Kak Bintang, Tante Rahma dan Oma Lusi yang menungguku. Berbagai makanan tersedia di atas meja makan.Air mataku menetes ke pipi.Aku nggak menyangka bisa makan seenak ini.Tidak seperti di panti dulu yang semua serba sederhana.Aku lihat Oma Lusi dengan muka garangnya.Nyaliku menciut, nafsu makannya jadi hilang

 “Bulan….ayo…nambah lagi makannya.Nggak usah malu…” Kata tante Rahma.Aku hanya tersenyum…

“Iya Tante….” Jawabku lirih.

 “Lho….kok panggil tante, kenapa nggak mama aja” Pinta Tante Rahma.

 “Kayaknya Bulan lebih nyaman memanggil tante.Bukannya Bulan tidak mau…tapi demi menjaga omongan orang. Karena selama ini semua orang tahunya Om dan Tante hanya punya anak bernama Bintang.Lalu apa kata orang bila tiba-tiba saya yang baru muncul memanggil Om dan Tante dengan sebutan Mama dan Papa?Apa tidak akan jadi bahan gunjingan orang?Jadi Bulan tidak mau membuat keluarga ini malu.Apalagi kalau sampai rekan bisnis Om Hardiman tau” jawabku.

“Syukur deh kalo ngerti” Kata Oma sinis.Keadaan jadi hening dan tidak mengenakkan hati.

Tante Rahma menegur Oma.Aku lihat Kak Bintang tertunduk sedih.Karena malam kian larut, aku pamit untuk tidur.Entah kenapa mataku enggan terpejam.Aku terus memikirkan perkataan dan kebencian Oma Lusi.Apakah seharusnya aku nggak kesini???.Memang seharusnya aku mempertimbangkan omongan Ibu Panti.Tapi semua sudah terjadi, aku sudah di sini jadi tidak mungkin aku mundur lagi.Malam kian larut, akhirnya mata ini sudah tidak bisa di ajak kompromi lagi.Aku pun tertidur, sampai pagi menjemput.Setelah membereskan kamarku aku membantu Bibi beres-beres dan menyiapkan sarapan.Setelah semua siap baru aku bergegas mandi.Sehabis mandi betapa kagetnya aku melihat Oma Lusi sudah ada di kamarku.Beliau memberi aku uang Rp. 5000.Aku bingung, uang untuk apa??Katanya buat naik angkot.

“Bagaimana dengan Kak Bintang Oma….” Tanyaku

“Satu hal yang harus kamu ingat, kalau di depan Bintang dan Mamanya kamu boleh panggil aku Oma, tapi kalau tidak panggil aku nyonnya.Kamu bisa bilang sama Bintang pengen naik angkot atau apalah terserah kamu.Yang jelas jangan bawa-bawa saya” jawab Oma yang kemudian berlalu.

            Aku sungguh bingung, tapi aku mencoba untuk menerima semua dengan ikhlas.Akhirnya setelah sarapan aku bilang ke Kak Bintang untuk pergi duluan.Karena aku sudah janji dengan Santi untuk naik angkot bareng.Untungnya Kak Bintang percaya aja.Andai Kak Bintang tau aku tertekan di rumah itu…..

“Bulan….kok kamu nggak bareng ma Bintang??” tanya Santi

“Iya..aku pengen belajar mandiri San…” Jawabku sambil menuju kelas bersama Santi.

Aku rasa Santi curiga dengan jawabanku itu.Tapi aku pura-pura diam saja.Aku harus bisa menyembunyikan semua ini agar tidak memperburuk keadaan.Saat memasuki kelas ternyata Kak Bintang sudah datang lebih dulu.Kak Bintang langsung berhambur menuju aku.Aku tahu Kak Bintang khawatir, karena aku belum lama tinggal di kota ini dan yang jelas aku juga belum tau arah.Beruntung aku tidak nyasar, karena hanya ada satu angkot yang lewat depan sekolah ku.

            Hari-hari yang ku lalui di rumah itu penuh dengan kepalsuan.Disaat ada Kak Bintang dan Tante Rahma aku harus berpura-pura bahagia dan tidak ada apa-apa, walaupun sebenarnya aku merasa tersiksa dengan perlakuan Oma Lusi.Namun demi Kak Bintang aku rela dengan kepura-puraan ini.Aku sudah terlanjur di sini jadi tidak mungkin mundur lagi.Besar harapan Ibu Panti mengirimku ke kota ini agar bisa berkumpul dengan Kak Bintang dan bisa menjadi orang yang membanggakan.Aku tidak boleh menghancurkan harapan Ibu Panti itu.

“Bulan….sebenarnya kamu kenapa sih nggak pernah mau bareng kakak ke sekolah?” tanya Kak Bintang.

“Kak Bintang sudah tau jawabannya bukan….” Jawabku

“Nggak Bulan….aku tau kamu itu seperti apa, pasti ada yang kamu sembunyikan…” selidik Kak Bintang.

Aku tau walau kami kembar beda kelamin, tapi ikatan batin kita memang kuat.Jadi aku nggak heran kalau Kak Bintang curiga dengan sikapku.Namun walau begitu aku tetap berusaha menutupi kejadian yang sebenarnya dari Kak Bintang.

            Hari ini hari ulang tahun Kak Bintang, tepatnya hari ulang tahun kami.Tante Rahma bermaksud merayakan hari ulang tahun itu.Seperti biasanya Oma Lusi menginginkan pesta ini hanya untuk Kak Bintang. Dan aku….aku hanya bisa melihat dari jauh Kak Bintang meniup lilin itu.

“Bulan….kenapa kamu tidak ikut tiup lilin???” tanya Rama. Aku hanya terdiam.

“Jangan bilang tamu-tamu dan keluarga Bintang yang hadir di sini tidak tau siapa kamu….?” Kata Rama.

“Ya…begitulah Ram…Aku memang saudara kembar Kak Bintang, tapi di sini..di keluarga ini aku hanya orang yang di ambil dari panti asuhan untuk menemani Tante Rahma….”Aku mulai menjelaskan keadaanku pada Rama.Entah kenapa kepada Rama aku berani untuk berkeluh kesah dengan semua ini.

“Memang bagi Tante Rahma sendiri aku ini adalah anaknya juga, tapi Oma….Oma tidak menerima aku Rama….Dan demi nama baik keluarga ini aku tidak keberatan kok tidak dianggap adik kembar Kak Bintang di depan semua orang.Karena biar bagaimanapun, semua orang serta relasi bisnis keluarga ini taunya hanya Kak Bintanglah anak Om Atmaja dan Tante Rahma….” Aku mulai menitikan air mata.Rama mengusap air mataku lalu menarik tanganku dan mengajakku keluar dari pesta itu.Dan dengan mobilnya dia mengajakku keliling kota Jakarta dan melihat pemandangan Jakarta di malam hari.Lalu kami berhenti di sebuah toko kue, aku lihat nama tokonya “DAPUR COKELAT”.Rama langsung memesan kue, setelah itu menarik tanganku kembali ke mobil.Kami menuju MONAS, di sana Rama mengeluarkan Kue Brownis, cokelat asli kesukaanku.Setelah menyalakan lilin, Rama menyanyikan lagi ulang tahun.Aku masih tertegun melihatnya.

“Rama kenapa kamu melakukan semua ini…” tanyaku sambil makan kue

“Jujur aku salut sama kamu, kamu cewek yang hebat dan tegar.Kamu belum pernah ke kota ini tapi berani pergi-pergi sendiri naik angkot.Bahkan dengan ongkos yang pas-pasan.Aku aja nggak bisa bayangin kalau sampai itu terjadi padaku.Kamu rela tidak mengakui bahwa kamu saudara kembar Bintang hanya untuk menjaga nama baik Keluarga Atmaja yang sebenarnya baru kamu kenal….” Jawab Rama

“Yakin hanya itu….” Tanyaku

“Ya…kalo boleh jujur sih sebenarnya aku memang suka sama kamu sejak pertama kali kita ketemu.Tapi ya.. belum sempet ngomong ja…..” kata Rama sambil memandangku lekat-lekat.Dan dia pun meminta aku untuk menjadi pacarnya.Aku kaget dan tak tau harus berkata apa.Tapi Rama juga tidak memaksaku untuk langsung menjawabnya.Karena dia juga tau itu terlalu cepat buatku.

            Setelah malam itu Rama menjadi sering datang ke rumah.Bahkan tiap pagi dia juga menjemputku di ujung gang perumahan.Kedekatanku dengan Rama akhirnya tercium juga oleh Kak Bintang.Dan parahnya waktu Kak Bintang bertanya denganku di saat yang nggak tepat, saat kami semua makan malam, dan di mana di situ ada Oma Lusi.Aku jadi bingung harus gimana.Apalagi Oma Lusi seperti tidak suka dengan hubungan ini.Apa yang harus aku lakukan…………….

“Sudahlah Bulan….kamu itu sudah gede…Tante kenal Rama itu anak yang baik, jadi nggak apa kalo kamu pacaran dengan dia….benerkan Ma??” tanya Tante Rahma pada Oma Lusi.Aku hanya terdiam dan melirik Oma Lusi yang sedari tadi diam saja.

“Bulan….kenapa kamu diam??” tanya Kak Bintang

“Enggak kok kak….Bulan nggak kenapa-kenapa, Bulan juga nggak pacaran sama Rama.Kita cuma berteman kok…” jawabku.

Setelah makan aku pamit untuk mengerjakan PR di kamar.Dan ternyata Oma Lusi membuntutiku.Sepertinya Oma masih belum puas dengan jawabanku.Parahnya lagi Oma mulai curiga kalau aku pergi ke sekolah tidak lagi naik angkot, makanya jatah uang sakuku ditiadakan.Ya Tuhan….kenapa semua jadi seperti ini…. Rasanya aku ingin kembali ke Panti aja.Semakin aku mencoba bertahan, aku semakin tak bisa.Akhirnya ku putuskan untuk meninggalkan rumah ini secepatnya.Besok aku harus berbicara dengan Kak Bintang.

            Sepulang sekolah aku mengajak Kak Bintang untuk ke café dekat sekolah.Aku juga ditemani Rama dan Lyra, sepupu Rama yang kebetulan pacar Kak Bintang.Sesuai dengan kesepakatanku dengan Rama, aku mau pindah dan sesuai dengan persetujuan Lyra, aku akn tinggal bersamanya di apartemennya.Jadi aku tinggal ngomong dengan Kak Bintang dan Tante Rahma.

“Aduh…tumbern banget nich…ada Lyra dan Rama pula.Ada apa nich…mau traktir ya Ram…kalian udah jadian??”tanya Kak Bintang ke Rama.Rama hanya tersenyum dan meyuruh Kak Bintang duduk.Setelah Kak Bintang duduk barulah aku bercerita tentang semua yang aku rasakan.Rasa tertekanku yang begitu dalam, dan akhirnya menyebabkan aku berkeinginan untuk pindah dari rumah mewah itu.

“Bulan tau kak…pasti ini berat buat Kakak, tapi kita masih bisa ketemu kan???” kataku

“Tapi kenapa bisa kamu menyembunyikan semua ini Bulan…..seolah-olah aku ini bukan siapa-siapa kamu? Sebenarnya kamu anggap aku ini apa??” Kak Bintang tampak kesal dengan kebungkamanku selama ini

“Bukan begitu Kak….Bulan Cuma ga ingin liat pertengkaran di rumah.Bulan kasihan dengan Tante.Apalagi Oma juga mengancam Bulan, jadi Bulan…..”

“Ah….sudahlah, nggak usah cari alasan.Dari awal aku selalu bertanya apakah kamu ada masalah, tapi kamu diam saja dan selalu bilang baik-baik saja.Mungkin kamu lebih percaya sama orang lain dari pada saudara kembarmu sendiri….” Sindir Kak Bintang kepada Rama.Rama langsung menoleh dan menatap Kak Bintang dengan pandangan tidak suka.

“Apa maksud kamu Bintang…?bisa-bisanya kamu ngomong seperti itu?kamu sendiri sudah menemukan kejanggalan kenapa tidak mencari tau, kamu juga tau Oma seperti apa, tapi kenapa kamu membiarkan Bulan tinggal disana??apa kamu tau selama ini dia cuma dikasih uang 5000 buat saku.Itupun sudah termasuk ongkos dia pulang dan pergi” papar Rama.Aku berusaha mencegah Rama untuk tidak menceritakan semua, tapi tidak bisa.Jadi aku hanya bisa diam dan diam.

“Apa kamu tau betapa tersiksanya dia melihat kamu meniup lilin di hari Ulang Tahun kalian sementara dia… dia hanya bisa melihat dari kejauhan.Sebenarnya dimana perasaanmu…bisa-bisanya kamu berbicara seperti itu.Dulu waktu kamu kecil, dengan tega kamu tinggalin dia.Setelah dewasa kamu panggil dia.Katanya untuk kembali berkumpul seperti dulu, tapi ternyata hanya untuk melihat kebahagianmu yang ternyata bukan untuk dia.Hanya untuk merasakan kepedihan yang melebihi sewaktu kau tinggalkan dulu.” Kata Rama.Kak Bintang sudah tidak bisa berkata apa-apa.

“Bintang…kamu tidak boleh egois seperti itu.Karena biar bagaimana Bulan itu punya hak untuk memilih bukan??Coba kamu pikir buat apa Bulan di rumah kamu kalau ternyata dia tidak bahagia.Toh dia masih di kota ini kan….Di apartemen aku Bulan…kamu bisa kok berkunjung setiap saat.Lagi pula dia rumah kamu bukan sebagai saudara kembar kamu kan??Jadi buat apa diributin…” bujuk Lyra.

            Akhirnya Kak Bintang luluh juga.Sekarang tinggal berbicara dengan Tante Rahma dan Oma.Rasanya hatiku lega dengan semua ini.Mudah-mudahan semua berjalan lancar.Aku sudah tidak sabar untuk pindah dari rumah itu.Rencanya malam ini aku dan Kak Bintang akan membicarakan semua ini dengan Tante Rahma dan Oma.Selesai makan malam aku bermaksud untuk mengutarakan semuanya, tapi entah kenapa tiba-tiba Oma kejang, dan pingsan.Tante ketakutan, begitu pula dengan Kak Bintang.Sedangkan aku….aku hanya bisa melihat kepanikan itu.Aku tidak tau harus berbuat apa.Dalam hati aku berkata “kenapa sih harus pingsan sekarang..”, namun aku berusaha untuk bersikap dewasa.Seperti yang diperintahkan Tante Rahma aku segera menghubungi ambulance.Dan tak lama kemudian ambulance itu datang.Tante dan Kak Bintang menemani ke rumah sakit.Sementara aku, aku harus menunggu di rumah.Karena hari ini Bibi cuti pulang kampung.

            Sampai menjelang subuh masih belum ada kabar apa-apa baik dari Tante Rahma maupun Kak Bintang.Hatiku semakin resah, ingin rasanya menyusul ke rumah sakit tapi aku tidak bisa.Tiba-tiba terdengar suara mobil dari luar.Aku segera berhambur melihat siapa yang datang.Ternyata Kak Bintang.Aku segera membuka pintu, ku lihat kesedihan tergambar di wajah Kak Bintang.Aku tidak berani bertanya apa-apa.Dan ternyata tanpa ku pinta Kak Bintangpun bercerita.Oma kena serangan jantung.Sekarang masih di ruang ICU. Semalam sempat sadar memanggil-manggil Om Atmaja.Sungguh menyedihkan sekali.Ternyata Oma tersiksa dengan keegoisannya selama ini.Yang tidak mengijinkan pengangkatan anak dan terlebih lagi kedatanganku di sini.Aku jadi merasa bersalah dengan semua ini.Aku memeluk saudaraku itu, dan berkata :

“Kak…Bulan akan segera pergi dari sini….jadi Oma tidak akan tersiksa lagi…” kataku. Kak Bintang menangis, lalu memelukku.

“Maafin kakak Bulan…nggak seharusnya kakak membawamu ke kota ini hanya untuk merasakan kepedihan seperti ini.Benar kata Rama, aku memang tidak mempunyai hati…..Tapi jujur Bulan….aku takut…aku takut kehilangan mama…aku juga takut kehilangan kamu…sementara jarak itu terlalu jauh memisahkan kamu dan mama.Mana mungkin aku bisa memilih….” Kata Kak Bintang.

“Kak Bintang nggak perlu khawatir, kakak nggak akan kehilangan mama kakak dan aku.Karena aku akan selalu ada buat kakak.Aku akan selalu mendekap kakak dengan kasih…” jawabku menenangkan Kak Bintang.

“Tapi Bulan…..”

“Tapi apa lagi Kak…??” tanyaku.

“Itu…Oma juga kekurangan darah dan harus transfusi darah.Kakak bingung, mama sudah periksa tapi darahnya tidak sesuai, sementara darah kakak sesuai, tapi karena kakak mempunyai riwayat kesehatan yang kurang baik, jadi dokter tidak mengijinkan…..” kata Kak Bintang.Aku tersenyum.

“Kakak lupa??golongan darah kita kan sama….” Kataku.

“Iya, tapi….apa kamu bersedia sedangkan…..” aku segera menutup mulut kak Bintang

“Biar bagaimanapun Oma baik dengan kakak, jadi apa salahnya aku membantu.Oma itu sekarang adalah Oma kakak, walaupun Oma tidak mengakuiku tapi aku ini saudara kembar kakak, jadi Oma itu juga Oma aku bukan??Ya….asalkan kakak merahasiakan siapa yang mendonorkan darah buat Oma, pasti semua akan baik-baik saja.” Kataku.Kak Bintang mengangguk.Lalu kami bersiap ke Rumah Sakit.Sebelum itu aku menelpon Rama dan Lyra untuk menjemputku di rumah sakit.Karena setelah urusan donor selesai aku akan langsung pindah ke apartemen Lyra.

            Ternyata donor itu tidak semudah yang aku pikir.Setelah darah diambil aku bisa langsung pulang.Aku keliru.Justru aku tidak diperbolehkan langsung pulang, karena kondisiku yang lemah.Rama dan Lyra yang sudah siap dari tadi untuk membawaku pergi jadi urung karena melihat kondisiku yang lemah.

“Bulan…kenapa sih kamu harus mengambil resiko seperti ini…kamu lihat diri kamu sekarang.Memangnya Oma itu mau mengerti keadaan kamu??” tanya Rama.Aku hanya bisa tersenyum

“Iya Bulan…kamu itu kan tidak diakui, kenapa kamu harus berbuat ini??” tambah Lyra

“Nggak apa kok….kalian nggak usah kawatir.Setelah ini aku juga akan langsung pindah dari rumah itu.Tapi sebelum aku pindah aku ingin berbuat sesuatu yang setidaknya mengamankan posisi Kak Bintang di rumah itu.Aku ingin Oma bisa menyayangi Kak Bintang sepenuh hati kalau nanti Oma sadar dan tau Kak Bintang yang mendonorkan darah untuknya.” Jawabku.Rama menangis haru lalu memelukku.Kak Bintang juga hanya bisa menangis dan meninggalkan kamar tempat aku di rawat.

            Setelah aku mendonorkan darah atas nama Kak Bintang, dan Oma sadar serta tahu semua itu, yang aku harapkan terwujud.Oma berubah 180° ke Kak Bintang.Oma berubah menjadi sangat sayang kepada Kak Bintang.Aku sangat bahagia mendengarnya.Walaupun Oma masih belum bisa menerimaku, setidaknya Oma bisa menerima saudara kembarku dalam pelukannya.Dan itu lebih dari cukup bagiku.

            Walau aku sudah tidak tinggal di rumah itu lagi, tapi Tante Rahma masih menanggung semua biaya hidupku.Mungkin untuk berterima kasih atas darah yang ku berikan kepada Oma.Tante Rahma juga membujukku untuk kembali ke rumah itu.Tapi semua sudah terlanjur, aku sudah bahagia dengan kehidupanku sekarang ini.Dan aku tidak mau menambah beban keluarga itu lagi.

“Selamat malam Lyra…”sapa Tante Rahma yang tiba-tiba berkunjung ke apartemen Lyra, tempat aku tinggal.

Lyra segera mempersilakan Tante Rahma masuk.Ternyata tante Rahma bersama Oma dan Kak Bintang.Aku kaget bukan main.Kok tumben sekali Kak Bintang dan Tante Rahma datang, bersama Oma pula.Hatiku jadi tidak enak.Tante Rahma menyuruhku duduk disampingnya.Lalu dia menyampaikan maksud kedatangan mereka untuk menjemputku pulang.Aku terkejut, apalagi Oma memohon.Dari cerita Kak Bintang ternyata Oma sudah mengetahui perihal donor darah itu.Dan Oma menyesal atas segala sikap dan perlakuannya selama ini kepadaku.Oma bermaksud merangkulku untuk kembali ke rumah itu.Tapi semua itu sudah tidak mungkin buatku.Aku mengerti dengan niat baik Oma, aku bahagia Oma sudah berubah.Tapi aku tidak bisa kembali bukan karena aku tidak memaafkan Oma atau aku tidak sayang mereka.Justru semua ku lakukan karena aku sayang mereka.Aku hanya ingin menjaga nama baik keluarga Oma dan Tante Rahma.

“Tante…Oma…Bulan mohon Tante, Oma, dan Kak Bintang mengerti.Bulan nggak mau mencemarkan nama baik keluarga karena kehadiran Bulan di sana.Mungkin semua keluarga bisa menerima kehadiran Bulan, tapi bagaimana dengan omongan orang…Walaupun Bulan tidak bisa tinggal bersama di rumah itu, tapi Bulan masih bisa berkunjung kesana bukan??begitu juga dengan Oma, Tante, dan Kak Bintang.Toh aku tinggal di apartemen Lyra…”Kataku.

“Iya Oma….lagi pula ada Lyra di sini…pasti Lyra akan menjaga Bulan dengan baik..”Tambah Lyra meyakinkan Oma.

 

            Akhirnya dengan berat hati Oma merelakan aku tinggal bersama Lyra.Aku bahagia sekali karena kini aku sudah memiliki keluarga yang utuh.Walaupun dalam pandangan masyarakat dan semua orang aku ini bukan siapa-siapa, tapi cukup bahagia mendapatkan tempat di hati Oma dan Tante Rahma.Tak jarang Oma dan Tante Rahma datang ke apartemen Lyra membawa makanan untukku, atau bahkan mengajak aku dan Lyra hunting baju-baju atau makanan di mall.Hidupku terasa lengkap sudah.Beban terasa berkurang bahkan hampir aku tidak punya beban.Walaupun masih ada satu masalah yang masih mengganjal, masalah Rama dan cintanya masih selalu membayangi pikiranku.

            Aku sudah bertekad, aku mau mentuntaskan masalahku dengan Rama.Sepulang sekolah mengajak Rama ketemuan di taman dekat apartemen Lyra.Seperti biasanya Rama menepati janjinya, sebelum aku tiba di taman itu dia sudah lebih dulu ada di sana.Hatiku berdebar-debar memulai pembicaraan.Perasaanku bergejolak, dengan tebata aku meminta maaf karena belum bisa menerima cinta Rama.Rama terdiam, entah apa yang ada di pikirannya, mungkin marah, kesel, aku juga tidak tahu.Aku sendiri juga bingung dengan pikiranku.Karena jujur, dalam hatiku bergemuruh menolak keputusanku.

“Rama…maafin aku…bukan maksud aku menyakiti kamu, Cuma belum saatnya saja….Aku sayang kamu, aku sedih kehilangan kamu, tapi kamu tau kan…aku nggak bisa membagi pikiranku untuk hal seperti itu.Aku harus konsentrasi dengan sekolahku, aku tak ingin mengecewakan Ibu panti dan orang tua angkat kak Bintang.Aku yakin, meski untuk saat ini kita hanya bisa berteman, tapi bila memang Tunan menyatukan kita dalam kasih, Aku nggak akan ke mana – mana.Aku akan tetap ada di sini, di pelukanmu…..Rama…” Aku mencoba menjelaskan kepada Rama.Tapi Rama masih juga diam.Sampai akhirnya dia menghela nafas dan berdiri dari duduknya lalu meraih tanganku.

“Bulan….Bulan….kenapa kamu harus seperti ini….aku kan sudah bilang ke kamu rasaku ini tulus…jadi aku juga siap menerima resiko apapun dari kamu.Jadi nyantai aja kali….aku ngerti kok posisi kamu.Aku hanya nggak ingin lihat kamu bersedih lagi.Kalo keputusan ini membuatmu bahagia aku rela jadi penunggu di hatimu sampai nanti hati itu menjemput hatiku…..”Ucapan Rama itu sedikit membuatku tenang.Setidaknya walau saat ini aku tidak bisa jadi pacarnya, tapi aku tetap bersama dia, sampai nanti mulut ini sanggup mengakui hati yang telah jatuh hati.

            Setelah hari itu aku merasa seperti tidak mempunyai beban, semua orang yang aku sayang senantiasa memelukku dalam kasih mereka yang tiada batas.Bahkan saat liburan, sesekali aku diantar Rama dan Kak Bintang pulang ke Panti. Rasanya lengkap sudah kebahagian ini.Aku selalu berharap semua ini abadi.Semua ini bukan cuma mimpi.

 

 By Rhe

 

SEKEPING HATI YANG MERINDUKAN CINTA

Filed under: Cerpen — rheifania @ 6:32 am

Tak pernah sedikitpun terlintas dipikiranku kalau hidupku jadi seperti ini.Tinggal di

kontrakan kecil, pindah sekolah, dijauhi teman-teman.Semua ini karena usaha Papa bangkrut dan

untuk memenuhi hutang papa di bank terpaksa mobil, rumah dan segala isinya dijual.Bahkan semua itu juga membuat mama meninggalkan aku dan papa.Mama lebih memilih lari ke pelukan laki – laki kaya yang ternyata adalah rival bisnis Papa dan yang bertanggung jawab atas kebangkrutan Papa. Mama sama sekali tidak peduli dengan kami.Kasihan sekali Papa, setelah semua yang terjadi papa berubah menjadi seorang yang pendiam dan sakit – sakitan.Aku benci Mama!!itulah yang selalu

terlintas dalam pikiranku tatkala ingat mama.

“Pa…Jihan berangkat dulu ya….Mbok Tini…nitip papa ya…”Setiap aku kesekolah aku selalu

menitipkan Papa ke mbok Tini, mantan pembantu di rumahku dulu.Sekarang Mbok Tini tinggal di

kontrakan sebelah aku dan papa tinggal.Setelah rumahku dijual Mbok Tini lebih memilih membuka

warung kecil di kontrakan agar bisa tetap menjaga aku dan papa.Sejak aku kecil Mbok Tini yang

mengasuhku, hingga kini Mbok Tini masih peduli walau keluargaku walaupun kami sudah tidak bisa menggajinya lagi tapi beliau tulus, bahkan ketulusannya yang dia berikan tak pernah aku dapatkan dari mamaku sendiri.

“Aduh…..lama banget sih angkotnya” gerutuku dalam hati saat menunggu angkot.Berulang kali ku

lihat jam ditanganku.Kalau aku telat lagi pasti tidak bisa ikut ulangan.Aku semakin cemas, apalagi hari ini jam pertama ada ulangan Bahasa Inggris.Dan sudah dua kali aku telat mengikuti ulangan Bahasa Inggris, bisa – bisa aku dihukum lagi.

“Jihan?!!!!!!!” aku berusaha mencari suara orang yang memanggilku.

“Randy??ngapain kamu disini????” Tanyaku pada Randy, temanku di sekolah yang lama dulu.

“ Lah….kamu sendiri ngapain sendirian di halte gini???” Randy balik tanya kepadaku.

“Emangnya kamu nggak tahu orang di halte itu ngapain???ya nunggu angkotlah….gimana sih?

Nggak tau atau pura – pura nggak tau?” jawabku ketus.Randy malah cengar – cengir.

“Ya udah sini aku anterin, kamu udah mau telatkan???” kata Randy sambil membuka pintu mobilnya.

Dalam keraguan akhirnya akupun masuk ke dalam Honda Jazz merah itu.Ya lumayan irit ongkos, lagi pula kalo aku tetep nunggu angkot pasti telat.45menit kemudian kami sampe di depan sekolahku.

“Makasih ya Randy….berkat kamu aku nggak telat dan bisa ikut ulangan deh…” kataku sembari

keluar dari mobil Randy.

“Ntar pulang jam berapa? Aku jemput ya…” Randy menawarkan jasanya untuk menjemput aku.

“Thanks, tapi aku bisa pulang sendiri kok.Lagian nggak enak ngerepotin kamu, lagi pula siang

ini aku ada perlu”  Aku langsung bergegas masuk area sekolah karena ku dengar bel sudah berbunyi.

Ulangan hari ini ku lalui dengan tanpa ada kesulitan.Setelah jam pelajaran usai, aku bergegas keluar

kelas, karena hari ini aku ada janji dengan Om Danu, pengacara perusahaan papa waktu masih maju dulu.Semalem Om Danu menelpon aku dan meminta agar datang ke kantornya hari ini. Katanya ada pekerjaan buatku.Lumayankan buat menyambung hidup bersama papa yang saat ini masih sakit – sakitan.Setengah jam kemudian aku sampai di depan kantor Om Danu .Setelah menemui sekretaris

Om Danu, aku disuruh menunggu beberapa saat.Tidak ada 5menit Om Danu keluar dari ruangannya

dan menyuruhku masuk.Kami membicarakan banyak hal, termasuk keadaan papa yang sama sekali

belum ada perubahan.

“Kamu yang sabar Jihan…..Om yakin kesabaranmu akan berbuah manis” Om Danu memang baik.

Dia sahabat baik papa.Bahkan di saat papa benar – benar jatuh beliau masih mau menolong kami.

“Iya Om….Jihan juga tau.makanya Jihan mau kerja di sini bantuin Om.” Jawabku tegar.

“Memangnya mama kamu benar – benar belum kasih kabar?” Tanya Om Danu

“Sudahlah Om….Jihan nggak berharap mama kembali, kenyataannya sekarang mama nggak peduli

lagi dengan kami, mama lebih memilih uang dan orang yang telah menghancurkan papa dari pada

kami, anak dan suaminya sendiri” ku coba untuk tidak menangis di depan Om Danu.

“Kayaknya kamu benci banget ya dengan mama kamu, kamu tidak boleh sepertim itu Jihan…..biar

bagaimanapun dia tetap mama kamu….” Om Danu mulai menasehati seperti Mbok Tini.Tapi apa

bisa aku memaafkan mama?aku sendiri tidak tahu, hatiku sudah terlanjur hancur oleh sikap mama itu. Mama bukanlah mama yang baik, jadi patutkah untuk dimaafkan?Aku juga ingin sekali memaafkan mama dan mendapatkan cinta mama, tapi kenapa jika ingat mama yang ada bukanlah maaf melainkan kebencian dan dendam???

            Sepulang dari kantor Om Danu aku langsung ke tempat Mbok Tini menjemput Papa yang tadi

pagi aku titipkan di tempat Mbok Tini.Dan waktu aku sampai di tempat Mbok Tini aku lihat Papa

tertidur di depan TV.Karena tidak tega membangunkan, aku balik pulang untuk ganti baju, lalu

kembali ke tempat Mbok Tini untuk membantu Mbok Tini jualan.

            Sudah seminggu sepulang dari sekolah aku kerja di kantor Om Danu.Gajinya memang nggak

seberapa, karena aku juga belum punya pengalaman apa – apa.Dan di sana aku juga cuma bantu –

bantu sekretaris Om Danu yang sedang hamil dan kerja sendirian tidak ada yang membantu.Walau

pendapatanku nggak seberapa tapi aku bahagia, setidaknya aku bisa bertahan.Harapanku, saat Papa pulih suatu saat nanti aku sudah sukses dan bisa membuktikan ke Mama bahwa tanpa kehadiran mama kami masih bisa bertahan.Bahkan kami tidak memerlukan Mama lagi untuk bertahan.Dan kalau nanti Mama kembali, waktu itu adalah waktu yang terlambat.Karena aku tidak mungkin untuk menerima Mama kembali setelah apa yang mama perbuat.

“Aduh!!!!telat lagi deh, papa..Jihan berangkat dulu ya…”Aku berpamitan dengan papa dan langsung pergi.Aku senang sekali karena sekarang papa sudah mulai membaik.Aku terus berlari berharap tidak ketinggalan angkot lagi.Tiba – tiba…..”Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiin” Mobil itu hampir menabrakku.Aku jatuh tersungkur, pemilik mobil keluar dan menolong.Seorang cowok, cakep…..banget.

“Kamu nggak pa – pa kan?”tanya cowok itu.Aku hanya menggelengkan kepala sembari melihat Bus kota yang lewat depan sekolahku sudah berlalu.

“Yah ketinggalan bus lagi deh…..” gerutuku sambil berdiri dan membersihkan lututku dari debu.

“Emangnya kamu sekolah di mana?aku anter ya….sebagai ucapan maafku” cowok itu menawarkan jasanya.Akupun tidak menolaknya, dari pada telat lebih baik aku terima tawaran itu.Dalam perjalan cowok itu tak banyak bicara.Dia hanya memperkenalkan diri.Namanya “Dicky”.Kelihatannya dia anak orang kaya, dan bukan termasuk anak yang manja yang bergantung pada kekayaan orang tua.

“Makasih ya….” Aku segera berlalu dari mobil itu setelah sampai di depan sekolahku.Untung saja belum bel.Aku segera duduk di bangkuku dan disampingku sudah duduk manis Dina, teman sebangkuku.

“Telat lagi non?di anter si cakep dari sekolah yang dulu?” ledek Dina.Aku hanya membalas ledekan itu dengan senyuman.

“Kali ini dianterin cowok lebih cakep dari Randy.Tadi cowok itu hampir nabrak aku…..”

“Astaga Jihan?kamu nggak pa – pa??” Dina langsung memotong omonganku

 “Ih….aku nggak pa–pa Dina…..Cuma……” aku pengen membuat Dina penasaran.

“Cuma apa???” Dina mulai penasaran dan khawatir.

“Hahahaha…wajahmu lucu kalo khawatir gitu, aku baik – baik saja, Cuma hatiku berdebar–debar duduk dekat cowok itu, apa ini yang namanya Jatuh cinta pada pandangan pertama?” tanyaku pada Dina.Dina malah berbalik menertawakan aku.Apanya yang lucu?Apa aku tidak boleh jatuh Cinta?? Dan biar bagaimanapun juga aku ini kan manusia biasa.Tawa Dina terhenti saat Bu Guru masuk kelas.Pelajaranpun di mulai.Dari jam pelajaran pertama sampai jam istirahat Dina senyum melulu.

“Jihan….tunggu…”tampak Dina lari – lari mengejarku.

“Kok kamu ninggalin aku sih….katanya kemarin mau pulang bareng?gimana sih” kata Dina.

“Aduh sory banget, aku ada urusan…”Jawabku singkat sambil bergegas meninggalkan sekolah.Tapi Dina mengejar aku lagi.Aku sendiri juga bingung apa sih maunya tu anak.

“Aduh Jihan…..tungguin dong….sebenarnya kamu mau kemana sih?kayaknya akhir-akhir ini kamu selalu pulang buru-buru dan nggak mau pulang bareng lagi.” Dina mulai menginterogasi aku.

“Dina….bukannya kau nggak mau pulang bareng, tapi aku memang ada urusan.Soal akhir-akhir ini aku pulang cepet itu karena harus kerja sepulang sekolah.Kamu tau sendirikan setelah perusahaan bangkrut papa jadi seperti apa?dan mamaku juga pergi gitu aja.kalo aku berdiam diri aja bagaimana kami bisa makan?tabungan yang tersisa juga lama-lama habis kali.” Aku mulai menjelaskan kepada Dina tentang keadaanku yang sebenarnya.

“O gitu…ya udahlah.kamu yang sabar aja ya…sapa tau mama kamu akan kembali.Jadi kamu nggak usah repot-repot kerja sepulang sekolah” Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Dina itu.

“Mana mungkin mama kembali.Mama sudah bahagia dengan laki-laki kaya itu.Dan kalo mama kembali, apa bisa aku nerima gitu aja.Hatiku sudah terlalu sakit karena mama”Ucapku datar.

“Kamu nggak boleh gitu….Tapi sudahlah lupain aja.Dari pada kamu sedih gitu, mending liat tu di depan gerbang….”Dina menunjuk gerbang sekolah.Randy?gapain dia di sini?Dan perlahan tapi pasti Randy mendekati ku.

“Sejak kapan kamu di sini?”tanyaku pada Randy.

“Ya….15menit yang lalu.Habis aku nggak tau gimana menghubungi kamu.HP di telp ga bisa, aku juga nggak tau sekarang kamu tinggal di mana.Jadi aku ke sekolah aja” Jawab Randy

“Aduh…sory banget….bukannya susah di hubungi, emang beberapa hari ini HP aku error.Dan belum sempet servis” jawabku.

“Ya udah aku anterin pulang ya….” Randy menawarkan jasanya.

“Thanks, tapi sorry… aku ada keperluan.Aku harus ke apotek, mau beli obat buat papa” jawabku

            Randy ngotot mau mengantarku.Akhirnya aku bersedia diantarnya.Memang di sekolah dulu Randy selalu mengejarku.Dan entah kenapa sampai saat ini dia masih mengejarku. Padahal dia tau aku sudah tidak seperti dulu lagi, sudah tidak selevel dengannya yang anak orang kaya.Sampai di apotek aku dikagetkan dengan sosok mama yang di sana.Apalagi mama ditemani seorang cowok, yang ternyata cowok itu adalah “Dicky”.Cowok yang hampir menabrakku tadi pagi, cowok yang sempat membuat hatiku berdebar.Siapa sebenarnya cowok itu?apa hubungannya dengan mama? seribu tanya melayang – layang di pikiranku.

“Jihan…kamu kenapa?” pertanyaan Randy itu membuyarkan lamunanku, lalu aku menunjuk ke arah mamaku dan dicky.

“Mama kamu?tapi….itu kan Dicky….” Perkataan Randy itu mengagetkanku.Ternyata Randy juga mengenal Dicky.Siapa Dicky sebenarnya??

“Kamu kenal Dicky??” tanyaku pada Randy.Dan Randy hanya menajawab dengan anggukan.

“Dia kan anak baru di sekolah.Pindahan dari Bandung.Anak pengusaha terkenal Pak Nugroho itu lo…tapi kayaknya dia nggak seperti papanya yang sombong itu” Randy menjelaskan siapa Dicky sebenarnya.Betapa kagetnya aku ternyata Dicky itu anak dari orang yang telah menghancurkan papa dan membawa kabur mama.Lalu kenapa hatiku seolah nggak menerima kenyataan itu?apa karena aku sudah terlanjur kagum padanya???

Semenjak kejadian di apotek itu aku selalu teringat mama dan Dicky.Kenapa harus Dicky?? Kenapa orang sebaik itu punya hubungan dengan orang yang paling ku benci.Jangankan untuk jatuh cinta, berteman dengannya adalah haram bagiku.Tapi dia kan baik….aku semakin dalam dilema yang tak berujung.Apa yang harus aku perbuat??Apakah aku harus mendekati Dicky untuk membalas sakit hati papa??Tapi Dicky tak bersalah…….

“Kalo menurutku….sebaiknya kamu lupain aja Dicky itu, kamu baru kenal dia seminggu kan?.Lebih baik kamu terima Randy yang nyata-nyata udah kenal kamu kenal lebih lama, dan yang jelas Randy jauh lebih baik dari pada Dicky, meski aku belum pernah ketemu sih..” nasehat Dina padaku.

“Maksud aku…..mungkin dari Dicky aku bisa membalas sakit hati papa dan merebut semua yang kami punya dulu….” Aku mulai terbawa emosi

“Jihan…..yang namanya dendam itu nggak baik..ngapain kamu susah–susah balas dendam seperti itu, semua pasti sudah ada yang ngatur.Orang jahat pasti ada balasannya, kalo kamu tetap mengambil resiko seperti itu, nanti kalau Dicky benar–benar jatuh cinta gimana??kalo kamu yang jatuh cinta gimana??apa nggak bakal bikin papa kamu sedih lagi??” Dina mulai berceramah. Dan aku hanya bisa mendengarkan.Sebenarnya ada benarnya juga perkataan Dina itu.

            Sore itu setelah keluar dari kantor Om Danu, aku kembali melihat mama bersama Dicky.Aku mencoba menghindar, tapi semua terlambat.Mama keburu ada di depanku.Mama berusaha menyapa tapi aku menghindar.Dicky mengejarku….

“Jihan…tunggu….” Dicky menarik tanganku.

“Lepas!!!” aku berusaha melepas genggaman tangan Dicky, tapi kekuatanku jauh di bawah Dicky.

“Kenapa sih….kamu nggak bisa sopan sedikit dengan orang tua, apalagi mama kamu sendiri” Dicky membentakku keras.Aku tersentak.Siapa dia?berani-beraninya membentakku.

“Apa urusan kamu….dia bukan mamaku lagi, mama macam apa dia yang tega meninggalkan anak dan suaminya demi harta? apa pantas dia dipanggil mama??kemana dia saat aku kalaparan dan berusaha kesana-sini hanya sekedar untuk makan?Apa pernah ia berfikir aku makan apa hari ini, sementara dia di rumah gedong itu makan dengan enaknya???Apa mama pernah berfikir, bagaimana perasaanku?aku sayang mama, aku rindu mama.Tapi semua sia-sia, dan sayang serta rindu itu sudah ku kubur dalam-dalam”aku berbalik membentak Dicky. Bersamaan dengan itu kristal-kristal bening mengalir dari pipiku.Aku tak menyangka bahwa aku pernah ada rasa pada Dicky.Aku tak menyangka Dicky telah mengoyak-ngoyak hatiku.Benar kata Dina, Randy jauh lebih baik dari Dicky.Lalu buat apa selama ini hatiku mencari cinta Dicky??

“Apa kamu tau Jihan, mama kamu juga tersiksa dengan semua ini??” Dicky berusaha menenangkan aku.Aku melihat mama yang berdiri di koridor kantor Om Danu.Mama menangis.Tuluskah mama?? aku sendiri juga tak tau.

“Mama kamu juga tidak bahagia dengan semua ini, makanya sekarang mama kamu mencari kamu dan papamu.Asal kamu tau, mama kamu melakukan ini semua juga karena rasa sayang dan cintanya kepada kamu dan papamu.Aku tau aku nggak berhak ikut campur dalam masalah kalian, tapi asal kamu tau, mama kamu itu nggak salah, yang salah adalah papaku, Pak Nugroho…”Dicky mulai bercerita dan mencoba meluluhkan hatiku.

“Karena hutang papamu yang terlampau banyak, dan karena cinta papaku yang tak terbalas oleh mamamu, papa melakukan kecurangan ini. Kalau mamamu nggak mau meninggalkan papamu untuk menikah dengan papaku, papaku mengancam akan memenjarakan papa kamu itu.Sekarang apa kamu masih menyalahkan mama kamu???Seandainya kamu tau penderitaan mama kamu selama ini….aku sudah tidak mempunyai mama Jihan…sejak kecil aku tinggal bersama nenek aku.Aku bahagia punya mama baru, tapi aku sedih saat tau mama terpaksa melakukan semua ini.Dan mengenai papaku, aku sudah tidak kaget lagi dengan kelakuannya itu.Mama aku sakit-sakitan dan akhirnya meninggal dunia juga karena ulah papaku itu” Air mataku semakin mengalir deras mendengar penjelasan Dicky. Hatiku semakin bimbang, haruskah ku rangkul mama???aku sungguh nggak tau harus berbuat apa.

“Percayalah Jihan…..hati mama kamu juga hancur dengan keadaan ini….kalaupun aku bisa membahagiakan mama…..aku akan melepaskan mama agar kembali kepada kalian, tapi ancaman papa telah menyurutkan langkahku” kata Dicky.Aku mencoba untuk tidak mendengarkan Dicky, tapi melihat air mata mama hatiku luluh lantak.Segera ku hampiri mama, ku peluk erat mama, kami hanyut dalam suasana.Entah gembira atau sedih, aku tak dapat mengecap rasa ini.Aku gembira karena aku mendapatkan cinta mama, aku sedih karena aku tau mama tak mungkin ada disisiku lagi, mama sudah mempunyai kehidupan lain dengan papanya Dicky.

            Setelah kejadian di kantor Om Danu itu, Dicky jadi sering datang ke rumah bersama mama. Walaupun harus curi-curi kesempatan dan berbohong kepada papanya, tapi Dicky rela asalkan mama bahagia.Bahkan papaku juga sudah menganggap Dicky anaknya.Aku yang dulu berharap bisa jadi pacar Dicky harus menerima kalau aku adik tiri Dicky.Pahit memang, tapi setidaknya itu lebih baik, dari pada aku mencintai dia dengan diliputi dendam.Sekali lagi Dina benar, aku harus melihat kegigihan Randy yang begitu menyayangiku.

“Jihan…..kamu ngapain melamun di situ??” tanya Dicky padaku

“Aku lagi bayangin kisah cintaku, lucu banget ya….dulu aku berharap bisa pacaran dengan kamu agar bisa membalas sakit hatiku pada mama dan papa kamu, eh….ternyata sekarang bukannya jadi pacar kamu malah jadi adik kamu”jawabku sambil tersenyum malu.Dicky membalas senyumanku dengan senyum khasnya seperti pertama kali kami bertemu.Lalu dia duduk disampingku.Kami sudah akrab layaknya kakak dan adik.

 

“Jihan…. kenapa kamu nggak nyoba membuka hati kamu untuk menerima Randy.Apalagi dia berasal keluarga yang baik-baik, tidak seperti aku, anak hasil broken home yang kesepian” jawab Dicky

“Memang Randy baik sama aku dan papa, tapi sepertinya hatiku belum menerima.Aku mau cinta itu hadir tanpa ada beban.Tanpa ada rasa untuk membalas kebaikan Randy.Jadi biarlah hati ini mencari sendiri tempat untuk melabuhkan cinta.Kalau memang Randy pelabuhan terbaik, pasti cinta itu bisa menemukannya tanpa ada beban dan kesulitan” jawabku

“Ah kamu ada-ada saja.Mana ada cinta di samain dengan pelabuhan.” Dicky tertawa terbahak-bahak

“Ya….suka-suka aku dong….” Jawabku.

            Entah apa yang ada dipikiranku sekarang.Yang jelas aku bahagia karena mendapatkan cinta mama lagi dan cinta Dicky tentunya.Walaupun bukan cinta yang seperti ini yang ku harapkan.Tapi sepertinya cinta dari seorang kakak memang jauh lebih pantas aku dapatkan dari Dicky dari pada cinta sebagai seorang kekasih.Dan aku yakin tanpa dicaripun, cinta pasti datang menghampiriku.

Seperti malam ini, saat aku bercengkerama dengan kakak baruku, Randy datang.Dan untuk kesekian kalinya dia menyatakan cintanya padaku.Aku juga tak mengerti mengapa bibirku bisa mengatakan iya.Padahal beberapa jam yang lalu aku baru mengatakan kepada Dicky kalau aku masih mau mencari pelabuhan hatiku.Mungkin benar, Randy memang pelabuhan cinta terbaikku.Dengan datangnya Randy di hatiku, lengkaplah sudah kebahagianku.Aku hanya berharap semua ini bukan cuma mimpi yang bisa pergi saat ku buka mata ini.Selamat datang Cinta………………………….

Aku teringat dengan kata Om Danu, bahwa kesabaranku akan berbuah manis.Dan ternyata bukan cuma manis yang ku dapatkan, tapi jauh lebih manis dan indah dari yang pernah ku bayangkan.Aku yang dulu terpuruk dan menyangka Tuhan nggak adil, kini dengan menatap ke depan aku lihat betapa keadilan Tuhan itu memang nyata.Aku dan keluargaku di uji, dan sekarang aku dipersatukan lagi.Walaupun tidak seperti dulu lagi, tapi aku bahagia…..

 

By Rhefania

 

 

Cinta Dalam Angan Oktober 30, 2008

Filed under: Cerpen — rheifania @ 6:13 am

          Seperti kebanyakan wanita yang hidup di dunia, aku juga menginginkan sebuah cinta.Aku memang bukan anak orang berada.Ayahku cuma seorang karyawan toko yang penghasilannya pas –pasan.Sedangkan Ibu cuma seorang ibu rumah tangga.Sesekali ibu membantu ayah dengan menerima jahitan.Namun aku masih beruntung karena masih bisa meneruskan sekolah sampai SMA.Tak sedikit diantara teman-temanku setelah lulus SMP bekerja bahkan ada juga yang menikah.Sampai kini aku duduk di bangku SMA kelas 3, tak sedikit teman-temanku yang sudah menggendong anak.Keadaan orang tuaku yang seperti itu membuatku semakin bertekat untuk merubah ekonomi keluarga.Bahkan aku mengabaikan yang namanya cinta hanya untuk belajar dan mewujudkan cita-cita orang tua.

“Laras….ada teman kamu datang…” seru ibu dari balik pintu kamarku.Akupun bergegas membuka pintu kamar dan ku lihat ibu sudah ada di depanku.

“Ada apa sih bu….Laras lagi belajar…”

“Itu…ada temen kamu datang.Katanya namanya Aldo” jawab ibu.

“Aduh…..ada apa lagi sih cowok resek ini datang ke rumah…..” gerutuku dalam hati.Aku segera menemui Aldo yang sedari tadi sudah duduk manis di ruang tamu.Setelah aku tanya, dia malah berpamitan pulang sembari menyerahkan bungkusan yang aku sendiri nggak tahu apa isinya.

“Lho…teman kamu mana…..”tanya ibu yang muncul dengan nampan berisi air minum.Aku hanya bisa menggelengkan kepala sembari menyerahkan bungkusan yang di bawa Aldo kepada Ibu.

“Apa ini….” Tanya ibu

“Nggak tau bu…..Laras keluar, Aldo pamit pulang sambil ngasih itu.Ibu buka aja…” jawabku.Lalu Ibu membuka bungkusan yang di bawa Aldo.Ternyata yang di bawa itu kue ulang tahun berbentuk hati. Tepatnya kue black forest berbentuk hati bertuliskan ucapan selamat ulang tahun.

“Astaga…..hari ini kamu ulang tahun ya Laras….aduh…ibu sampai lupa” kata ibu sembari memelukku

“Jangankan Ibu….Laras aja juga lupa.” Jawabku

            Semalaman aku nggak bisa tidur.Aku masih memikirkan Aldo.Aku tahu dan aku sadar Aldo itu anak yang baik dan juga anak orang kaya.Sungguh beruntung cewek yang bisa mendapatkan cintanya. Tapi kenapa aku malah merasa tidak nyaman dengan cinta yang dia tawarkan.Masih teringat jelas olehku sebulan yang lalu Aldo menyatakan cinta padaku, aku menolaknya.Karena aku masih ingin konsentrasi dengan sekolahku dan keluarga.Aku ingin bisa meringankan beban orang tua, aku juga ingin menyekolahkan adikku yang masih kecil.Aku juga heran kenapa setelah penolakan itu Aldo malah semakin gencar mendekatiku.Perhatiannya yang berlebihan sempat menciptakan gosip di sekolah.Aku juga bingung kenapa dia bisa begitu ingat hari ulang tahunku yang aku sendiri tidak sempat untuk mengingatnya.

            Hari ini terasa berbeda bagiku.Selain bertambahnya umurku, ayah membelikan aku sepeda motor.Walaupun sepeda motor bekas dan tidak terlalu bagus, tapi aku cukup bahagia.Karena dengan begitu aku tidak akan telat lagi ke sekolah.Biasanya aku berangkat ke sekolah menunggu ibu pulang mengantar adikku sekolah.Karena sepeda di rumah kami cuma satu itu.Ada sepeda motor butut, itupun dipakai ayah bekerja.Tak jarang aku berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki.

“Wah…..Laras…motor baru ya…..” tanya Rani teman sebangkuku.Aku hanya mengangguk.

“Motor bekas kok….” Jawabku

“Biarpun bekas tapikan masih bisa dipakai Ras….” Kata Rani.

Kami menuju kelas bersama-sama.Namun di depan kelas kami dikagetkan dengan keadaan kelas yang luar biasa.Kelas kami berubah seperti party room.Banyak hiasan di sana-sini.Dan anak-anak yang lain sudah berjajar rapi.Diantara mereka ada Aldo yang membawa kue black forest yang ukurannya lebih besar dari yang dia kirim kemarin ke rumah.Bahkan Pak Ridwan, wali kelas kami juga ada di antara mereka.

“Rani…..kenapa kamu nggak bilang ada acara seperti ini” bisikku pada Rani.

“Ye…..aku juga nggak tahu apa-apa.bahkan aku juga lupa kamu ulang tahun kemarin.Kalo inget pasti aku datang kerumah kamu….” Jawab Rani.

Memang masuk akal sih….kemarin hari minggu, kalau Rani ingat hari ulang tahunku pasti dia datang. Jadi sudah bisa ditebak, semua ini pasti ide Aldo.Tapi aku tidak bisa menghindar lagi.Apalagi ada Pak Ridwan di antara mereka.Bel istirahat berbunyi, setelah anak-anak meninggalkan kelas aku buru-buru menuju meja Aldo. Tampak dia tersenyum melihatku mendekatinya.Tapi aku nggak peduli dengan senyuman itu.Aku hanya ingin menanyakan apa maksud dari segala ide pesta kejutan itu.Aldo hanya menjawab pertanyaanku dengan senyuman lalu memberikan kado kecil untukku setelah itu meninggalkan aku sendiri dalam kelas.

“Laras….kok masih di sini??nggak ke kantin?” tanya Rani yang tiba-tiba muncul

“Itu apa??kado dari Aldo?” aku hanya mengangguk mendengar pertanyaan Rani.

“Mau di buka dulu atau ke kantin?” tanya Rani kembali.Aku segera kembali ke bangku untuk meletakkan kado itu lalu menarik tangan Rani, kamipun menuju kantin sekolah.

            Setelah jam pelajaran usai aku bergegas pulang.Hari ini aku harus mengantar Ibu pergi ke rumah sakit untuk menjenguk tante yang seminggu lalu opname karena demam berdarah.

“Laras…tunggu….boleh ikut sampai depan nggak??” pinta Rani.

“Aduh…gimana ya…aku buru-buru….tapi….Oke lah cepetan!!” aku dan Rani segera berlalu.

Setelah mengantar Rani aku segera pulang.Dan di depan rumah sudah tampak Ibu dan Leon adikku yang kelihatannya sudah lama menunggu kedatanganku.Tanpa basa-basi aku segera ganti baju, lalu mengantar Ibu ke rumah sakit.Tak berapa lama kami sampai di rumah sakit.Persis seperti bayanganku selama ini, bau obat menyebar di mana-mana.Memang selama ini selain tidak pernah mengenal nama cinta aku juga tidak mengenal yang namanya rumah sakit.Bukannya aku nggak pernah sakit, tapi aku tidak suka dengan rumah sakit.Pernah aku sakit demam tinggi dan dokter menyarankan untuk opname tapi aku tidak mau.Aku lebih memilih berobat jalan.Aku sendiri juga nggak tau kenapa aku begitu anti dengan yang namanya rumah sakit.Padahal dulu waktu masih kecil aku bercita-cita ingin jadi seorang dokter.Tapi cita-cita itu berubah saat aku mendengar cerita dan berita tentang malpraktek dan kecurangan-kecurangan lain oleh rumah sakit untuk meraih keuntungan.Bagiku di rumah sakit itu seperti jual beli nyawa.Bagi yang berduit bisa membeli nyawa disana, bagi yang tidak ya….berharap aja Tuhan masih berkehendak menyembuhkannya.

            Memasuki lorong demi lorong rumah sakit dan melihat orang-orang tergolek tak berdaya serta selang-selang infus, membuatku miris.Kamipun tiba di kamar tempat tanteku di rawat.Tubuhnya tampak lemah dan wajahnya pucat.Ku lihat di sekeliling ruangan.Ada dua orang lagi yang sakit dalam ruangan itu.Memang tanteku bukan orang berduit jadi hanya bisa menyewa kamar yang paling murah. Setelah berbincang sebentar dengan Om Rahmat, aku pamit meninggalkan ruangan sebentar.Tak ku sangka saat ke luar dari ruangan itu aku melihat Aldo dengan seorang Ibu.Mungkin itu mamanya. Untung saja dia tidak melihatku.Tapi aku melihat mereka masuk ke salah satu ruangan.Aku jadi penasaran ada perlu apa Aldo di sini.

“Suster…..” aku mencoba mencari keterangan dari suster yang lewat di depanku

“Ya Mbak…ada yang bisa saya bantu?” jawab suster itu lembut

“Itu sus….tadi ada seorang cowok dan ibu-ibu masuk ruangan itu, cowok itu teman saya namanya Aldo, suster tau nggak kenapa dia ada di sini dan masuk ruangan itu??” tanyaku pada suster itu.

“O…mas Aldo…dia masuk ruangan itu untuk periksa rutin.Karena dia mengidap penyakit gagal ginjal. Tapi Mbak ini siapa?” tanya suster itu

“Temennya” jawabku singkat.

            Semalaman aku tidak bisa tidur.Aku terus memikirkan Aldo dan penyakitnya itu.Pikiranku terus melayang-layang sampai ke masa lalu yang membuatku takut untuk mengenal cinta.Selama dua tahun ini aku berusaha menyembunyikan masa lalu itu.Tapi karena Aldo kenangan itu muncul kembali di benakku.Saat Mas Heri pergi meninggalkanku dulu.Mungkin sakit ini tak akan membekas dan menjadi trauma kalau kepergian Mas Heri itu untuk kembali.Karena kepergiannya untuk selamanya.Dan yang paling menyedihkan dia pergi sebelum tahu apa isi hatiku yang sebenarnya bahwa aku sangat mencintainya sama seperti dia mecintaiku.Bahkan sampai saat ini ra itu masih tertinggal dalam hatiku.

            Pagi ini aku terasa malas untuk pergi ke sekolah.Mungkin karena aku tidur terlalu malam sehingga rasa ngantuk masih membayangiku.Dengan setengah ngantuk akupun pergi ke kamar mandi. Dan setelah itu pergi ke sekolah.Jam demi jam di sekolah aku lalui dengan terus memikirkan Aldo dan Almarhum Mas Heri.Entah kenapa terkadang aku merasa ada kesamaan di antara mereka.Mereka sama sayang padaku tanpa mengharapkan balasan apapun dariku.Cinta yang mereka punya adalah cinta yang tulus.

“Laras….kamu ini kenapa sih….aku perhatiin dari tadi kamu melamun dan diam….aja” tanya Rani

“Nggak kok!!Cuma nggak enak badan aja” aku mencoba menyembunyikan kegundahanku dari Rani. Tapi Apa dikata Rani sudah terlanjur tahu kalo aku  sedanga dirundung masalah.Akhirnya dengan desakan Rani, aku menceritakan apa yang membuat hatiku resah selama ini.Akupun nggak bisa menahan air mata tatkala mengingat dan menceritakan tentang Mas Heri dan kecelakaan maut yang telah menrenggut nyawa Mas Heri sebelum aku menjawab pernyataan cintanya.

“Astaga Laras…..kok aku sampe nggak pernah tahu tentang ini semua….kenapa kamu nggak pernah cerita…Pantesan aku perhatiin sejak dua tahun yang lalu kamu berubah jadi orang yang begitu pendiam, ternyata….” Rani memelukku dan mencoba menenangkan aku yang sedari tadi menangis.

“Lalu bagaimana dengan Aldo….dari mana kamu tahu tentang penyakit Aldo??” tanya Rani kembali

“Kemarin aku kerumah sakit, aku melihat Aldo dan perempuan setengah baya, mungkin mamanya.Lalu aku tanya suster.Dari suster itulah aku tahu Rani…..” jawabku sambil mengusap air mataku

“Lalu apa yang harus aku lakukan….Apakah aku harus menerima Aldo??Lalu kalau aku menerimanya tidakkah aku mengkhianati Mas Heri…” tanyaku Pada Rani.

“Laras….aku juga nggak bisa jawab.Tapi kalo boleh aku kasih saran, kamu jangan sekali-kali menerima Aldo dengan alasan kamu kasihan kerena sakitnya Aldo.Kamu harus yakin saat kamu memutuskan untuk menerimanya kamu betul-betul mencintainya.Karena hubungan yang didasari rasa kasihan itu tidak baik.Lalu soal Mas Heri…kamu nggak boleh terus memikirkan dia.Dia sudah tenang di sana, jadi nggak seharusnya kamu terus meratapi apalagi sampe trauma nggak mau mengenal cinta.Asal kamu tau Laras…setiap orang pasti punya masalah, dan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.Dan aku yakin Mas Heri juga pasti sedih melihat kamu seperti ini.” Jawab Rani.

“Jadi menurut kamu aku harus gimana…..” tanyaku lagi.

“Lebih baik kamu mendekati Aldo.Jadilah teman terbaik buat dia terlebih dahulu.Kalau kamu yakin ada cinta ya…kamu terima dia.” Jawab Rani

            Mungkin betul kata Rani, aku harus menjadi teman yang baik buat Aldo terlebih dahulu sebelum aku yakin kalau Aldolah yang bisa menggantikan posisi Mas heri di hatiku.Setelah itu Rani mengusap air mataku, lalu kami pergi ke kantin bersama-sama.Saat ke luar dari kelas kami berpapasan dengan Aldo.Aku mencoba memulai pendekatanku dengan mengajaknya ke kantin.Dan gayungpun bersambut, dia bersedia.Lalu kami bertiga ke kantin bersama-sama.

            Setelah hari itu aku dan Aldo menjadi teman dekat.Bahkan banyak yang gosipin kami jadian. Tapi aku tak peduli, Aldopun demikian.Setelah kedekatan kami, aku pikir Aldo akan berterus terang tentang sakitnya itu.Tapi ternyata tidak.Akhirnya aku berusaha memancing dia untuk menceritakan yang sebenarnya, dan Aldopun jujur tentang penyakitnya itu.

“Setelah tau semua ini kamu masih mau berteman denganku Laras??” tanya Aldo lirih.Aku hanya bisa mengangguk mendengar pertanyaan itu sambil menahan air mataku.

“Laras….kamu menangis???” tanya Aldo.Aku segera mengusap air mataku.

“Nggak…aku nggak nangis kok…” jawabku.Aldo merangkulku.Aku tak kuasa menahan air mataku lagi

“Laras….kamu mau berjanji untukku….” Kata Aldo lirih

“Kalau nanti aku pergi, aku nggak mau kamu menangisiku ya…” Aku tersentak mendengar perkataan Aldo itu.

“Kamu ini kenapa sih…masih terlalu pagi untuk ngomongin kepergian.Kamu akan sembuh…aku yakin itu…aku nggak mau kamu pergi…..” jawabku sambil menangis dan menjatuhkan diri dalam pelukan Aldo.Sesaat aku merasa yang memelukku adalah Mas Heri.Dan entah kenapa tanpa ku sadari bibirku berkata :

“aku sayang kamu….aku nggak mau kamu tinggalin sendiri….” Aldo masih saja diam.Aku juga nggak tau apa dia mendengarkan aku atau tidak.

            Kedekatanku dengan Aldo sudah terdengar sampai ketelinga orang tuaku dan orang tua Aldo. Bahkan pernah orang tua Aldo datang kerumah sekedar bertamu dan memberi makanan atau mainan untuk adikku.Sehingga para tetanggapun mempertanyakan tentang hubunganku dengan Aldo.Apalagi keluarga Aldo termasuk golongan orang berada bahkan orang yang sangat kaya.Tapi aku dan ke dua orang tuaku tak pernah ambil pusing dengan omongan orang.Orang tua Aldo juga meminta ke dua orang tuaku untuk mengijinkan aku menemi Aldo setiap ke rumah sakit.Karena menurut mereka hanya aku alasan Aldo untuk bertahan selama ini.Aku semakin tersanjung dan rasa sayang yang ku punya semakin membumbung tinggi.

“Laras……tunggu….” Aku menoleh.Ternyata Rani, ngapain dia di rumah sakit ya….

“Rani???ada apa???” tanyaku

“Tadi aku ke rumahmu, kata Leon kamu di sini, ya udah aku ke sini aja.Sekalian pengen tahu perkembangan Aldo.” Jawab Rani.

“Aldo makin memburuk Ran….aku sudah berulang kali mengatakan padanya agar di rawat saja, tapi dia tidak mau.Dia tetep ingin sekolah, dan diperlakukan seperti orang sehat.Aku bingung dan nggak tau harus berbuat apa….” Jawabku

“Kenapa nggak berobat keluar negeri aja…kan orang tua Aldo kaya…apalagi papanya juga seorang dokter” kata Rani.

“Aldo nggak mau….aku udah berulang kali membujuk dia, tapi percuma” jawabku singkat.

“Aku hanya bisa berharap ada mukjizat dari-Nya, lalu ada orang datang mendonorkan ginjalnya buat Aldo.” Kataku lagi

            Semakin hari kesehatan Aldo semakin menurun.Dan bersama menurunnya kesehatan Aldo itu rasa sayang yang ku miliki semakin menguat.Aku sangat takut kejadian dua tahun yang lalu akan terulang, aku takut Aldo pergi sebelum menyadari bahwa cintanya tak bertepuk sebelah tangan.Aku tidak siap dengan semua ini.Apalagi dokter sudah memvonis kalau dalam jangka waktu 2 bulan ke depan tidak ada ginjal yang cocok, maka Aldo tidak akan terselamatkan.Kalau saja ginjalku ini cocok, aku pasti siap untuk mendonorkannya buat Aldo.

“Rani…bagaimana ini..” tanyaku pada Rani sambil menangis.Rani memelukku sambil menenangkanku

“Kamu yang sabar Laras…kalau kamu rapuh seperti ini bagaimana kamu bisa menguatkan hati Aldo? Kamu harus optimis…” kata Rani.

“Optimis kata kamu….keadaannya sudah seperti ini Rani…..” tangisku semakin meledak.Tiba-tiba pak Ridwan datang bersama orang tua Aldo.

“Laras…..” suara mama terdengar begitu menggetarkan.Entah kenapa jantung berdegub kencang. Jangan-jangan terjadi sesuatu dengan Aldo….jangan-jangan….Aku mencoba mengusir pikiran negatif itu dan menghapus air mataku.Mama Aldo mendekatiku, dia menyerahkan sebuah kaset CD yang katanya dari Aldo.

“Laras…..kamu yang kuat ya nak……” kata Pak Ridwan dengan meneteskan air mata.Aku semakin bingung dengan semua ini.

“Apa maksud bapak…..tante….om…tolong jelasin ke Laras…apa maksud semua ini…” tanyaku

“Laras…..tante……..” tiba-tiba mama Aldo memelukku dengan tangis yang tak terbendung.Sedangkan papanya hanya terdiam.Aku memaksa Pak Ridwan untuk menceritakan semua ini.

“Laras….bapak tau kamu anak yang kuat.Jadi Bapak harap kamu juga kuat dengan semua ini…”

“Bapak….tolong…jangan berputar-putar seperti itu…katakan pada Laras ada apa sebenarnya, kenapa tante menangis, lalu apa maksud kaset CD ini….” Kataku pada Pak Ridwan

“Laras….Aldo…..Aldo sudah pergi….Aldo pergi meninggalkan kita semua….” Jawab Pak Ridwan. Bagai petir menyambar ku dengar berita itu.Aku tak percaya…..

“Tidak!!!!!!!Bapak bohong kan…..katakan pada Laras pak…..Bapak bohongkan…..” kataku sambil mengguncang-guncang tubuh Pak Ridwan.Pak Ridwan memelukku, dan tiba-tiba semua terlihat gelap aku tak bisa melihat apa-apa lagi.Aku hanya bisa mendengar samar-samar Rani dan yang lain memanggilku, sampai semua benar-benar terlihat gelap dan aku hanya bisa melihat Aldo bersama Mas Heri.Mereka melambaikan tangannya padaku, dan Aldo sempat mengusap air mataku.Lalu keduanya menghilang.Aku tersentak dan terbangun.Aldo!!hanya ada Aldo yang ada di pikiranku.Aku keluar dari kamar yang tidak asing bagiku, ya!!ini kamar Aldo, kamar yang penuh dengan foto-foto kami.Pelan aku membuka pintu kamar.Dan aku melihat teman-temanku duduk sambil mengaji.Di tengah-tengah tampak jasad Aldo yang siap di kebumikan.Rani mendekati dan membantu menuju jasad Aldo.Tangisku tak tertahan lagi.Aku tak menyangka, untuk ke dua kalinya aku kehilangan orang yang aku cinta sebelum sempat aku menyatakan rasa cintaku.Untuk kedua kalinya aku mencintai seseorang dalam angan saja. Kenapa nasib cintaku begitu buruk Ya Tuhan……

            Setelah Aldo di makamkan, mama Aldo memberikan aku sebuah bungkusan.Katanya titipan dari Aldo sebelum pergi.Ku buka bingkisan itu, ternyata isinya adalah kalung dengan bandul hati bertuliskan namaku dan sepasang cincin, serta sepucuk surat yang setelah ku baca berisi permintaan maaf Aldo dan permohonan Aldo agar aku tetap tegar.Tapi apa aku bisa???

“Laras…aku antar pulang ya….” kata Rani.Aku hanya menggeleng kepala sambil menatap pusara Aldo.

“Laras…sampai kapan kamu akan seperti ini nak….” Tanya mama Aldo.Aku hanya diam

“Laras ayolah….” Bujuk Ibu yang akhirnya meluluhkanku

            Setelah dari makam Aldo, aku langsung masuk kamar dan mengunci kamar rapat-rapat.Bahkan saat Ibu mengetuk pintu, aku tak beranjak sedikitpun.Sejenak aku teringat kaset CD yang di berikan Aldo. Aku segera mengambil dan memutarnya di kamarku.Air mataku tak terbendung melihat isi kaset CD itu. Semua kebersamaan kami, ada di sana.Kata-kata terakhir Aldo, semuanya membuatku semakin rapuh. Aku terus menangis dan menangis.Seandainya waktu dapat ku putar kembali, aku akan mencurahkan semua rasa cinta ini untuk Aldo.Tapi penyesalan itu tak akan pernah mengembalikan semuanya.Aldo sudah pergi, dan aku hanya bisa mencintainya dalam angan semata.Namun walaupun dalam angan, yang namanya cinta tetaplah cinta.Seperti aku mencintai Mas Heri dulu, cinta itu tetap ada walau dia telah tiada.Dan seperti itu pula Cintaku pada Aldo.Karena aku yakin, walau Mas Heri dan Aldo sudah tiada, tapi cinta mereka masih ada dan akan selalu ada buatku.

 

Note : Numpang pajang cerpen boleh dong……….

 

Rhe,

Jakarta, 27 Oktober 2008

 

KABUT CINTA DI KOTA MARMER September 5, 2008

Filed under: Cerpen — rheifania @ 7:24 am

“Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing……” suara jam beker itu memecahkan telingaku.Sayup terdengar suara

 

adzan subuh.Mataku masih terasa lengket.Ku coba untuk tidur kembali, tapi terlambat, Ibu sudah

 

menggedor pintu kamarku.Akupun bergegas bangun dari tempat tidur dan mengambil air wudhu, lalu

 

shalat subuh.Seusai sholat subuh aku hendak tidur kembali, tapi keburu ibu memanggilku kembali.

 

“Ada apa sih ibu………masih ngantuk”. Jawabku sambil mendekati Ibu yang aku juga begitu perhatiin

 

lagi ngapain.

 

“Kamu itu…. udah bangun tidur lagi, arep dadi opo……bantuin Ibu sini….” Kata ibu.

 

“Ibu lagi ngapain sih?  pagi – pagi masak segini banyaknya, mang ono opo?” Tanyaku pada Ibu yang

 

sedari tadi aku lihat sibuk banget.

 

“Kamu lupa….atau sengaja….?”Ibu malah balik nanya, aku jadi makin bingung, Aku kelupaan apa ya?

 

“Hari ini Restu datang dari Jakarta bawa temennya, lupa ya???”. Jawab ibu sembari senyum–senyum.

 

            Restu adalah anak kedua pakdhe (sebutan seorang Om di kotaku, kota Tulungagung).Dia kuliah di

 

salah satu perguruan tinggi di Jakarta.Dia adalah satu-satunya anak Pakdhe yang kuliah.Bukan karena

 

Pakdhe orang yang berduit, tapi karena emang Restu itu cowok yang pinter dan berkemauan keras hingga

 

dia selalu dapat bea siswa.Dan saat ini dia udah mau nyusun skripsi, jadi di bawanya teman–temannya

 

Dari Jakarta untuk mengunjungi kotaku ini, Kota Tulungagung yang terkenal dengan Marmernya.

 

            Jam 6.00 tepat kereta api Matarmaja itu sampai di Stasiun Tulungagung.Aku selalu bertanya ke

 

Bang Restu (panggilan akrabku untuk Restu), kenapa dia nggak naik Kereta yang Eksekutif dikit,

 

ya……….minimal Bisnislah! Dan jawabannya selalu sama “Pengiritan”.Emangsih kereta yang dinaiki itu

 

lumayan murah (Cuma Rp. 50.000,-), tapi untuk ukuran mahasiswa seperti itu apa tidak malu???,”Justru

 

itulah hebatnya seorang Restu”. Aku jadi semakin tambah kagum dengan Abangku yang satu ini.

 

Seperti biasa kalo dateng dari Jakarta Restu tidak pernah langsung ke rumahnya melainkan

 

mampir ke rumahku dulu.Maklum…..sejak Budhe meninggal setahun yang lalu Restu jadi lebih deket

 

dengan Ibu.

 

“Pagi Ibu sayang………..ini lo anakmu yang bagus dhewe dateng….” Kata Restu sembari memeluk

 

Ibu.Setelah itu dia bersalaman dengan Pakdhe (Bapaknya).Dan seperti biasa Pakdhe selalu menitikkan air

 

mata, itulah yang paling tidak disukai Restu.Setelah bersalaman dengan Ibu, Pakdhe, dan ayah barulah dia

 

mencariku.Seperti biasa dia selalu menceritakan tentang indahnya kota Jakarta yang bagiku adalah tempat

 

yang tidak menyenangkan dan tidak pengen aku kunjungi.Aku lebih memilih di Kota ini, Kota dimana

 

aku dilahirin.Aku bangga dengan Kotaku.

 

“Bang……kok temennya tidak dikenalin” celetuk Kesha adikku.Restu  tersenyum lalu mengenalkan

 

ketiga temennya ke kami semua.Mereka ada 2 cowok & 1 cewek.Yang Cowok namanya Kadafi & Iman,

 

yang cewek namanya Intan, pacarnya Restu.Setelah berkangen – kangenan aku pamitan untuk pergi

 

mengajar disebuah Bimbel.Setelah lulus SMA sebulan yang lalu aku memilih untuk mengajar di Bimbel

 

milik Kakaknya Muna, temanku.Dan dimalam harinya aku bisa kuliah mengambil jurusan Bahasa.Karena

 

kesenanganku dengan menulis, aku berkeinginan untuk menjadi seorang Penulis.

 

            Sudah tiga hari ke dua temen Restu tinggal dirumah Pakdhe yang bersebelahan dengan rumahku.

 

Dan sudah tiga hari pula aku berbagi kamar dengan Intan, pacar Restu.Dia anaknya baik dan tidak

 

sombong.Dan yang jelas cantik banget, sesuai dengan cewek idaman Restu.

 

“Kay….knapa kamu nggak mau kuliah atau setidaknya main ke Jakarta??” Tanya Intan kepadaku saat

 

kita hendak siap – siap tidur.

 

“Enggaklah mbak………..habis Jakarta itu menakutkan.Lihat ja di TV – TV itu…banyak  demo, banyak

 

kerusuhan, udah gitu panas pula.Penuh dengan polusi”jawabku sambil menceritakan ketidaksukaanku

 

kepada ibukota Negara ini.Karena bagiku kotaku lebih indah dari pada kota Jakarta.

 

“Mba liatkan biarpun kota ini kota kecil dan mungkin tidak tertera dalam peta, tapi, kota ini indah…

 

terkenal dengan Marmernya pula.Sejuk….belum ada polusi seperti di Jakarta kan?? mo liburan juga

 

banyak tempatnya, ada Pantai Popoh, Prigi, Waduk Wonorejo, Gua Lowo, dan mo ke makam Bung

 

Karno juga deket” Aku mulai menceritakan kebanggaanku atas Kota ini.

 

“Kalo ada cowok Jakarta naksir kamu gimana??” pertanyaan Mba Intan itu membuatku tertawa geli.

 

“Mana ada cowok suka sama wong ndeso kaya Kay mba….” Jawabku. Mba Intan tampak bingung dan

 

tidak mengerti omonganku.

 

“Maksudku….mana ada yang suka sama gadis desa kaya aku ini.Udah gadis desa, ga cantik pula” Mba

 

Intan menganggukkan kepala setelah mengerti maksud dari omonganku.

 

“Ya enggaklah Kay……kamu cantik kok…pinter pula” jawab Mba Intan.

 

“Udahlah mba….Kay ngantuk…dibahas lain kali ja ya…..” jawabku

 

            Pagi ini rencananya Restu dan temen – temennya mau main ke Pantai Popoh.Pengen ikut sih…….

 

tapi males naik angkotnya.Soalnya Kesha ikut.Sebenernya motor ada 3, tapi yang satu lagi perpanjang

 

STNK, jadi ga bisa di bawa.

 

“Ayolah adikku manis………..”bujuk Restu padaku.Aku makin kesel aja tu ma Restu, udah tau aku suka

 

mabok klu naik angkot, eh…..masih dipaksa pula.

 

“Ya udah gini ja…..biar Kadafi naik motor ma Kayla, sementara kita naik angkot, gimana?soalnya keburu

 

siang….waktu kita ga banyak, kita juga harus Riset mengenai Marmerkan……” usul Iman

 

“Bener juga….diantara kita yang punya SIM kan Cuma Dafi” sambung Restu.

 

Mati aku!!!ga salah aku disuruh pergi ma cowok itu???bisa Salting nich….aduh gimana nih…..

 

aku mulai memutar otak buat menolak ini  semua, tapi terlambat, Kadafi udah ngasih aku helm.Sepanjang

 

perjalanan kita Cuma saling diam, aku juga nggak berani pegangan. Jantungku rasanya berdegup kencang,

jangan – jangan aku jatuh cinta.

 

“Kok diem aja Kay…..sakit gigi ya???”Tanya Kadafi meledekku yang sedari tadi diem aja, aku hanya

 

tersenyum menanggapi pertanyaan itu.

 

“Tu kan….diem terus, ngomong – ngomong masih jauh ya…..”

 

“Enggak kok, depan itu belok kiri sampe.” Jawabku singkat.

 

            Setelah tiba di Pantai Popoh ternyata, Restu dan yang lain belum dateng.Terpaksa aku dan Kadafi

 

menunggu mereka dateng lebih dulu baru kita main – main di Pantai.Dan selang 1jam rombongan Restu

 

sampai.Kitapun jalan jalan dan bermain pasir di pantai.Nggak tau kenapa mataku selalu terpana melihat

 

Kadafi.Dan aku lihat dia pun curi – curi pandang padaku.Hati ini semakin berdegub kencang.

 

“Kay….gimana Kadafi??”Tanya Intan padaku.Aku jadi bingung, apa maksud Intan nanya seperti itu

 

padaku?Apa yang dimaksud cowok Jakarta malam itu Kadafi?Aku juga jadi bingung harus jawab apa?

 

“Iya lo Mbak….Kak Dafi pernah tanya Sha, apa Mbak Kay udah punya pacar?” nah lo….apa lagi ini si

 

Kesha, jangan – jangan dia crita yang enggak – enggak.

 

“Trus Sha bilang apa?”tanyaku penasaran

 

“Sha nggak bilang apa – apa kok, emang sha nggak tau kan…..” jawab Sha.

 

Pembicaraan kami terhenti karena Si Restu dateng, tak terasa hari sudah sore.Restu ngajakin kita

 

pulang.Karena sore ini dia ada janji dengan salah satu temannya pengrajin Marmer.

 

            Nggak terasa sudah sudah hampi 1 bulan Restu dan ketiga temen dari Jakartanya tinggal di Kota

 

ini.Dan hati ini semakin berdebar – debar bila harus bertatap muka dengan Kadafi.Sepertinya aku merasa

 

ada banyak kupu – kupu di taman hatiku, dan akupun dibuat tak berdaya akan rasa ini.

 

“Hahahaha…..ternyata si penyair udah jatuh cinta ya???” ledek Muna, temenku

 

Ojo ngguyu…..aku malu tau…..kamu kan tau, dia orang Jakarta, jadi apa aku mimpi ya….aku kan nggak

 

ayu kaya cewek – cewek Jakarta” akupun mulai mengutarakan apa yang aku rasakan kini.Muna

 

mendengarkan dan sesekali tertawa geli mendengar ceritaku.Emang sih selama ini, sampai umurku 19

 

tahun aku belum pernah merasakan yang namanya jatuh Cinta. Nggak seperti Muna yang suka gonta –

 

ganti pacar itu.

 

“Gimana dong Mun…..besok minggu mereka balik Ke Jakarta…”

 

“Ya ikut sono, sekali – kali gitu, biar ga ndeso” jawab Muna.

 

“Ogah! Mendingan di sini, mo ngapain ja bisa, emangnya di Jakarta indah apa? Udah apa – apa mahal,

 

kencing aja bayar.Toh belum tentu juga kan dia suka ma aku.Biarin ajalah kalo emang jodoh nggak

 

kemana.” Jawabku bijak.

 

            Sementara aku mencoba melawan perasaanku, aku baru tau kalo Kadafi juga mencoba untuk

 

mengusir rasa yang sama.Dan bukan hanya itu, alasannya hampir sama, dia lebih mengindahkan kota

 

Jakartanya dari pada Cinta yang mulai bersemi ini.Aku tak tahu harus bagaimana mengusir rasa ini,

 

karena semakin ku coba aku semakin tak bisa.Ego yang tak bisa aku cegah membuatku untuk menahan

 

segala rasa.Dan aku juga tau itu pula yang dirasakan oleh Kadafi.Jadi biarlah Cinta ini tertutup kabut    

 

hingga sampai akhirnya nanti kabut itu akan menjelaskan dengan sendiri mau dibawa kemana Cinta ini.

 

“Dafi….lu yakin ga akan bilang terus terang ke adiknya Restu itu?”Tanya Iman melihat kegundahan

 

Kadafi akan perasaannya.

 

“Gue ga tau Man….yang jelas gue gak yakin akan semua ini.Kalo pun kita satu rasa, apakah bisa cinta

 

terpaut jarak begitu jauh seperti ini?Aku suka Kota ini, tapi hidupku bukan disini tapi di Jakarta.

 

Sementara kamu tau sendiri Kay itu seperti apa?Susah untuk menyatukan Cinta karena ternyata Ego kita  

 

sama – sama begitu besar”Kadafi mulai mencurahkan isi hatinya.

 

“Ya…setidaknya kalo kalian tau isi hati masing – masing, bisakan dicari jalan keluar yang terbaik tanpa

 

harus saling memendam rasa yang ujung – ujungnya bikin sakit kedua belah pihak kan?coba pikirin lagi

 

deh!besok kita balik lo….dan ga tau lagi kapan kembali lagi kesini” Pendapat Iman mengenai kabut Cinta

 

antara aku dan Kadafi

 

 

            Hari ini mereka semua kembali ke Jakarta, aku mencoba menguatkan hati untuk  tidak menangisi

 

semua ini.Kenapa Cinta begitu rumit….Kenapa Cinta itu begitu pedih…aku kalah, Aku kalah dengan

 

keadaan yang seharusnya bisa aku rubah dengan mudah, Aku kalah dengan Kabut kelam yang seharusnya

 

bisa kubuat terang.

 

“Sudahlah Kay…..lebih baik kamu terus terang saja.Dari pada seperti ini….kamu juga kan yang sakit??”

 

Bujuk Muna agar aku mau menyambut rasa ini.Tapi apa alu bisa???apa aku mampu???Mungkinkah aku

 

menyerah sebelum kalah…..Tapi tidak!!!!aku tidaklah kalah karena memang tembok itu terlalu tinggi

 

untuk ku panjati, tebing itu terlalu curam untuk kudaki.Kalaupun cinta itu memihak kita, setidaknya ada

 

satu yang memberatkan Kadafi untuk meninggalkan semua ini sebelum kabut itu tersingkap.Karena

 

seperti yang aku lihat saat ini Kadafi-pun kalah dengan keadaan.

 

            Kereta itu pelan – pelan membawa mereka pergi sekaligus rasa yang tak pernah bisa aku

 

utarakan.Dan membawa kisah yang aku sendiri tak tau bagaimana awal dan akhirnya.

 

            Setelah Restu dan semua temannya kembali, rumah terasa sepi.Begitu juga hati ini.Aku pun

 

memulai hari – hariku seperti biasa.Dan tentu saja dengan mencoba mengubur dalam Rasa yang pernah

 

ada.Walupun aku sadar sulit untuk melakukannya, karena setiap aku masuk ke rumah Pakdhe yang

 

terbayang adalah senyum Kadafi.Aku tau aku tak boleh terus begini, oleh karena itu aku mencoba untuk

 

menyibukkan diri.Dengan membuat puisi, cerpen, memberi les, dan kuliah.Aku pikir semua itu bisa

 

membantuku untuk menyingkirkan bayang bayang Kadafi.Tapi ternyata tidak.

 

PINTU HATI

 

Rindu kepadamu menyiksaku…., Cinta kepadamu buatku gelisah slalu….

 

Tak Jumpa denganmu buatku sakit

 

Maka aku mengetuk pintu hati, dan aku kehilangan hati

 

Karena merindumu…….

 

Di pintu hati itu kau akan tau

 

Begitu jauhnya sakit rinduku, sakit yang tegar untuk ditanggung cinta

 

Di bawah tubuh ini api Cinta mulai menyala

 

Di pintu hati itu kan kau lihat pandangan rindu

 

Yang menyelinap di sayap – sayap hati

 

Sampai kau kan mengerti, betapa besar rasa yang kumiliki

 

“Begitu dalamkah sakit yang kau rasa Kay???Kalau Rasa yang kau punya sebesar itu kenapa nggak kamu

 

coba untuk mencarinya” Nasehat Muna kepadaku.

 

“Itu tidak mungkin….cinta yang aku punya bukan cinta egois, aku sudah cukup dengan rasa ini, aku

 

nggak mau Kadafi terbebani dengan rasaku ini” jawabku

 

“Cintamu emang bukan cinta yang egois, tapi kamu egois dengan cinta.Seandainya kamu membuka mata

 

bahwa diluar sana ada cinta yang menanti, cobalah berfikir…kenapa selama ini kamu susah membuka

 

hati, karena kota ini??aku rasa tidak!!kamu begini justru karena keegoisanmu sendiri.Andai kamu mau

 

mencoba….belum tentu Jakarta seperti yang kamu kirakan???? “ Muna mulai berceramah ini itu tentang

 

cinta.Tapi bagiku itu belum cukup menguatkan hatiku untuk menatap cinta itu sendiri.

 

            Ku coba melalui hari – hari dengan tidak memikirkan cinta dan kata – kata Muna.Bukannya aku

 

egois, tapi aku juga tau Kadafi itu seorang yang idealis.Aku tau karena Restu pernah bilang itu padaku

 

sebulan setelah dia sampai di Jakarta.Jadi mana mungkin aku bisa melakukan apa yang Muna katakana.

 

Restu pernah juga bilang kalau sebenarnya Kadafi juga merasakan hal yang sama denganku.Dan sama

 

sepertiku, dia benar – benar tidak tau berontak atau menerima rasa itu.Terlalu sulit baginya meninggalkan

 

Jakarta, tapi sulit juga baginya untuk mengabaikan rasa.Bukan karena Jakarta lebih indah, tapi karena

 

hidupnya memang tidak memungkinkan untuk pindah dari kota itu.Mamanya yang sakit parah, usaha

 

yang dirintis papanya, semua itu semakin memperburuk keadaan.Dan Aku…..tidak mungkin aku seegois

 

itu untuk datang dan mengungkapkan semua rasa ini, bahwa aku juga merasakan hal yang sama seperti

 

yang dia rasa.Karena tidak mungkin aku tega menambahkan kegalauan hatinya.Aku pikir keluarga dan

 

Jakarta lebih membutuhkan dia dari pada sekedar cinta yang aku punya ini.Dan aku cuma bisa berharap

 

seiring dengan berjalannya waktu aku bisa melupakan cinta ini.

 

Hari berganti begitu cepat.Sudah hampir satu tahun aku mencoba melupakan semua rasa yang

 

selama ini menggangguku.Meski aku tau aku tak mampu, tapi demi cinta aku selalu bertahan pada

 

tempatku.Karena aku percaya kalaupun takdirku adalah Kadafi, tanpa aku berusaha menyingkirkan kabut

 

yang ada, pasti kabut itu akan pergi dengan sendirinya.Seperti hari ini, aku tak pernah berharap bertemu

 

kembali dengan Kadafi, tapi rasa itu membawaku ketemu dengannya.Hari ini aku di kota Jakarta, kota

 

yang selama ini menghantuiku dengan cinta.Tapi aku ke sini bukan karena cinta itu, melainkan untuk

 

melihat Restu di wisuda

 

“Hai Kay….. apa kabar??”Sapa Iman kepadaku saat aku dan keluarga sampai di kampus tempat Restu

 

kuliah. Aku juga melihat Kadafi, tapi aku tak berani menatapnya.

 

“Baik, kalian sendiri gimana?” jawabku singkat.Mereka hanya memperlihatkan keadaannya dan

 

kebahagian yang terpancar dari wajah masing – masing, yang aku tau sih maksudnya mereka jauh lebih

 

baik. Aku hanya bisa tersenyum melihat semua itu.

 

“Kay…aku mau ngomong…” Kadafi menarik tanganku dan mengajak ke suatu tempat masih dalam

 

bagian kampus itu.Aku bertanya – tanya dalam hati, ada apa ya???

 

“Sudah setahun nggak ketemu kok kamu kelihatan beda ya…”Kadafi memulai pembicaraan kami.Aku

 

tersenyum malu.

 

“Maksud kakak mengajak Kay kesini ada apa???” tanyaku untuk menyembunyikan kegundahanku.Aku

 

tidak berani menatap Kadafi, Aku hanya mendengar dia menarik nafas panjang sebelum pada akhirnya

 

mengungkapkan rasa yang ada dalam hatinya.Aku tak pernah menyangka kalau sebenarnya dia jauh

 

tersiksa karena rasa ini dibandingkan dengan aku.

 

“Aku bener – bener nggak tau Kay…harus ngapain lagi untuk mempertahankan rasa yang kini ada.Aku

 

merasa hidupku hampa apabila melepas cinta ini, tapi aku juga tidak bisa menghancurkan harapan

 

keluargaku disini, aku sayang kamu….bahkan sayang banget, tapi apakah mungkin demi sayang dan cinta

 

aku mengabaikan kewajibanku sebagai seorang anak…..” Aku melihat Kadafi menitikan air mata.

 

“Aku tau kak….makanya aku nggak pernah mengatakan semua rasa yang aku miliki ke Kakak, karena

 

cinta yang aku miliki ini bukan cinta yang egois, yang maunya aku bahagia tanpa memikirkan orang lain,

 

aku tidak ingin seperti itu…..Aku ingin jika cinta itu bisa kurengkuh, bahagia yang aku rasa bisa dirasa

 

oleh semua orang, termasuk keluarga orang yang aku cinta, yaitu mama dan keluarga kakak” jawabku

 

sembari menahan air mata yang sudah tidak tahan untuk keluar dari mataku.

 

“Bahkan datang ke Jakarta ini adalah suatu beban, Aku nggak mau karena kedatanganku ini akan

 

menambah kegalauan hati Kak Dafi.Sempat aku berharap agar tidak bertemu dengan Kak Dafi.Aku takut,

 

aku takut jika ketemu dengan Kak Dafi akan merubah pendirian ini, dan akhirnya aku menjadi seorang

 

yang egois.Bagiku melihat Kak Dafi bahagia dan bisa membahagian orang disekitar Kakak itu jauh lebih

 

indah dari pada aku miliki cinta kakak, tapi harus dengan membayar mahal, yaitu melukai hati orang –

 

orang disekitar kakak” dan ternyata aku tak bisa membendung air mata.Perlahan tapi pasti butir – butir

 

bening itu mulai menetes.Namun dengan sigap aku menghapusnya kembali lalu mencoba tegar kembali.

 

“Aku baru tau Kay……ternyata bukan saja wajahmu yang cantik…tapi semua yang ada pada dirimu di

liputi kecantikan yang jarang orang punya.Aku sungguh beruntung kenal denganmu bahkan mencintaimu,

 

walaupun mungkin sulit untuk kita meraih cinta ini, tapi aku yakin jika memang cinta memihak kita pasti

 

suatu saat kabut yang menyelimuti cinta ini akan kalah oleh rasa yang kita punya” Kamipun saling

 

berpelukan.Aku sudah tidak bisa merasakan lagi apa yang aku rasakan.Aku bahagia bisa ketemu Kadafi,

 

tapi haruskah aku menangis karena pertemuan ini?Aku juga tidak tahu.Ku hapus air mata dan mengajak

 

Kadafi kembali bergabung dengan semuanya.Proses wisuda itu sudah dimulai.Satu persati mahasiswa

 

dipanggil.Aku sudah tidak bisa konsentrasi lagi untuk melihat Restu di wisuda.

 

            Setelah di wisuda Restu kembali pulang ke kota kami untuk sementara.Rencananya dia akan

 

bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta.Setelah mapan dia mau menikah dengan Intan, orang yang di

 

cintainya.Sementara aku????aku masih saja sibuk dengan penantian cinta yang aku tak tahu sampai kapan

 

cinta itu bisa ku rengkuh.Tapi yang jelas aku bahagia, karena setidaknya masih mempunyai rasa

 

cinta.Walaupun mungkin semua orang mengatakan aku bodoh telah mengambil keputusan untuk

 

mengabaikan cinta yang kurasakan.Tapi aku tidak peduli.Bagiku Cinta itu tidak harus memiliki dan

 

menuntut orang yang kita cintai untuk melakukan apa yang kita mau.Karena cinta yang seperti itu

 

bukanlah cinta, melainkan kesepakatan dan keegoisan semata.Semoga saja Kadafi bahagia dengan

 

keputusanku ini.Jadi biarlah cinta kami bersemi dalam hati.Kalau Tuhan menghendaki kita satu, aku

 

yakin Kadafi akan datang padaku.Bersama cintanya…..cinta kami yang sempat tertutup kabut.

  

By Rhe,

Dari kota kecil di Propinsi Jawa Timur, Tulungagung

 

 

Note :

Arti kata :

  • Arep adi opo  : mau jadi apa
  • Ono opo          : ada apa
  • Bagus dhewe  : paling cakep sendiri
  • Ojo ngguyu    : jangan ketawa
  • Ndeso              : kampungan

  Catatan :  Numpang pajang cerpen Rhe ni…..biasanya puisikan…sekarang lagi coba bikin cerpen